Hukum Kurban Untuk Orang Yang Sudah Meninggal, Apakah Sah? Inilah Penjelasannya


 Hukum Kurban Untuk Orang Yang Sudah Meninggal, Apakah Sah? Inilah Penjelasannya


Sebentar lagi umat Islam akan memasuki bulan Zulhijjah yang bertepatan dengan Idul Adha. Pada hari istimewa ini, umat Islam dianjurkan untuk menunaikan ibadah kurban.


Hukum ibadah kurban sendiri adalah sunnah muakkad dan berlaku kifayah pada satu keluarga. Jika salah satu anggota keluarga telah melaksanakan kurban, berarti anggota keluarga yang lain akan mendapatkan keutamaannya.


Namun jika hanya dilakukan oleh satu orang, berarti hukumnya sunnah 'ain. Mengutip dari buku Fiqh Islami Wa Adilatuhu Jilid 4 karya Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, tidak diperkenankan berkurban atas nama orang lain tanpa seizin orang tersebut. Ini berdasarkan mazhab Syafi'i.


Lalu timbul pertanyaan bagaimana hukum qurban bagi orang yang sudah meninggal?


Hukum Kurban Untuk Orang Meninggal


Masih dari sumber yang sama, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum kurban bagi orang yang sudah meninggal. Dalam mazhab Syafi'i, tidak diperbolehkan berkurban untuk orang yang sudah meninggal, kecuali selama hidupnya dia membuat wasiat. Pendapat ini mengacu pada firman Allah SWT dalam QS. An-Najm ayat 39.


Yang artinya: "Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya."


Jadi, jika seseorang telah membuat wasiat sebelum kematian, itu berarti diperbolehkan untuk berkurban atas namanya. Nantinya, mereka juga akan menerima hadiah berdasarkan wasiat.


Adapun daging hasil kurban, semuanya harus disumbangkan kepada fakir miskin. Artinya, pemilik dan orang kaya tidak boleh menikmatinya.


Sedangkan menurut mazhab Maliki hukum kurban bagi orang yang sudah meninggal adalah makruh. Dengan catatan, jika seseorang sebelum meninggal tidak menetapkan hewan tertentu sebagai kurban.


Namun, jika sebelum meninggal telah ditentukan dan konteksnya tidak berupa nazar, maka dianjurkan untuk melaksanakan kurban atas nama orang tersebut.


Sedangkan di mazhab Hanafi dan Hanbali, diperbolehkan berkurban untuk orang yang sudah meninggal dan daging kurbannya bisa dimakan atau diberikan untuk sedekah. Namun, dalam mazhab Hanafi, jika sebelum kematian seseorang berkeinginan untuk berqurban atas namanya, maka haram bagi keluarga untuk memakan daging kurban tersebut.


Hikmah Kurban


Ibadah kurban dikatakan memiliki hikmah yang agung, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Hajj ayat 34 yang berbunyi:


Artinya: "Bagi setiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang Dia karuniakan kepada mereka berupa hewan ternak. Tuhan kalian ialah Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu serahkan diri kalian kepada-Nya. Sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)."


Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa hikmah utama berkurban adalah agar manusia selalu mengingat Allah SWT. Selain itu ditegaskan pula tentang Nabi Muhammad SAW sebagai utusan untuk meneruskan ajaran Nabi Ibrahim yang ditinggalkan.


Kriteria Hewan Yang Sah Sebagai Kurban


Dalam kurban, tidak semua ternak dapat dikurbankan. Ada beberapa kriteria khusus dalam hal ini.


Mengutip keterangan resmi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), melalui Lembaga Bahtsul Masail (LBM) dijelaskan beberapa kriteria hewan kurban yang halal, antara lain:


1. Dari segi usia


Untuk domba, mereka harus berusia 1 tahun dan 2 tahun.

Untuk kambing harus berumur 2 tahun dan 3 tahun.

Unta harus berusia 5 tahun dan 6 tahun.

Untuk sapi harus berumur 2 tahun dan 3 tahun.

Kriteria ini didasarkan pada Fathu Al-Qarib Al-Mujib oleh Muhammad bin Qasim Al-Ghazzi.


2. Bebas dari cacat. Cacat yang dinyatakan oleh Nabi Muhammad melalui sabdanya adalah:


“Ada 4 hewan yang tidak halal untuk dikurbankan, 

(1) yang satu matanya jelas buta, 

(2) yang jelas kesakitan, 

(3) yang kakinya jelas-jelas pincang, dan 

(4) yang tubuhnya sangat lemah dan tidak berlemak” (HR Ibnu Majah).

Related Posts

Posting Komentar